CONTOH-CONTOH BID’AH MENURUT ULAMA MADZHAB SYAFII

CONTOH-CONTOH BID’AH MENURUT ULAMA MADZHAB SYAFII

Pembahasan tentang bid’ah seringkali menimbulkan kontroversi di tengah-tengah umat Islam baik dari segi definisi maupun contohnya, bahkan bisa menimbulkan permusuhan yang berkepanjangan.

Seringkali disaat seorang dai membahas tentang bid’ah dalam sebuah forum kajian atau semisalnya langsung dicap sebagai aliran tertentu sampai-sampai kita mendapati sebagian orang begitu alergi dengan istilah bid’ah padahal kata bid’ah itu sendiri adalah bahasa dari al-Quran dan hadits.

Kita juga menjumpai di tengah-tengah masyarakat fenomena dimana seseorang menilai suatu ritual ibadah tertentu sebagai ritual bid’ah akan tetapi orang lain menilainya sebagai ritual yang tidak bid’ah dan akhirnya terjadi perdebatan yang tidak ada ujungnya.

Inilah yang melatarbelakangi penulisan artikel yang sederhana ini. Dengan tulisan ini diharapkan bisa menambah wawasan dan ilmu bagi masyarakat kita yang  mayoritas bermadzhab syafiiyyah.

Dalam tulisan ini kami mencoba mengumpulkan beberapa contoh bid’ah dari kitab ulama khususnya dari ulama madzhab syafii agar mudah dicerna oleh masyarakat kita yang mayoritas bermadzhab syafii.

Berikut diantara contoh bid’ah menurut ulama madzhab syafii:

1. Keluarga mayit membuat makanan dan mengumpulkan orang setelah hari kematian

Berkata Imam Ibnu Naqib  Asy-Syafii rahimahullah: “Apa yang dilakukan oleh keluarga mayit dengan membuat makanan dan mengumpulkan orang-orang adalah perbuatan bid’ah yang tidak baik” (Lihat Kitab Umdatus Salik Wa Uddatun Nasik Bab Jenazah)

Berkata Syaikh Abu Bakr Ad-Dimyati Asy-Syafii rahimahullah: ” Betul, apa yang dilakukan orang-orang dengan berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dan dibuatkan makanan adalah merupakan perbuatan bid’ah yang mungkar, yang mendatangkan pahala bagi orang yang melarangnya.” [Lihat Kitab I’anatuth thalibin Bab Jenazah]

2. Melakukan sa’i dalam umrah atau haji lebih dari satu kali

Imam An-Nawawi Asy-Syafii rahimahullah berkata: ” (Hadis ini) menjadi dalil bahwa sa’i dalam haji atau umroh tidak dilakukan berulang-ulang bahkan dilakukan sekali saja dan dimakruhkan mengulang-mengulang karena bid’ah. ” [Lihat Kitab Syarah Shahih Muslim Bab Sai Tidak Dilakukan Berulang-Ulang]

3. Sholat Roghoib

Biasanya dilakukan di malam jumat pertama di bulan rajab.

Imam An-Nawawi Asy-Syafii rahimahullah berkata: “Para ulama berdalil dengan hadits ini atas dibencinya melakukan shalat bid’ah yang biasa disebut shalat roghoib -semoga Allah melaknat para pencetusnya- karena sesungguhnya perbuatan itu adalah bid’ah yang mungkar yang termasuk kesesatan dan kebodohan, di dalamnya banyak kemungkaran yang nyata. Para ulama telah menyusun kitab-kitab bagus yang menjelaskan keburukan dan kesesatan orang yang melakukannya. Dalil-dalil yang menunjukkan keburukan, kebatilan dan kesesatan pelakunya tidak terhitung banyaknya. ” [Lihat Kitab Syarah Shahih Muslim Bab Makruhnya Mengkhususkan Puasa Di Hari Jumat]

Diantara bentuk-bentuk bid’ah lainnya juga disebutkan oleh Imam Jalaluddin As-Suyuti Asy-Syafii rahimahullah dalam Kitabnya “Al-Amru Bil Ittiba’ Wannahyi Anil Ibtida’ yaitu diantaranya:

1. Bermudah-mudah bergaul dan memandang wajah amrod yaitu anak laki-laki atau pemuda yang memiliki wajah tampan sehingga mirip dengan wanita.

2. Mendengarkan nyanyian-nyanyian (yang tidak bermanfaat atau mengandung hal-hal yang membangkitkan syahwat dan maksiat) dan berjoget-joget atau menari.

3. Menjadikan tempat-tempat tertentu sebagai tempat keramat, dihiasi, ditaburi wewangian, diagungkan bahkan mengambil keberkahan darinya, juga menjadikan tempat khusus untuk berdoa, bernadzar atau berkurban.

4. Ikut merayakan hari besar orang kafir.

5. Merayakan hari awal dan akhir tahun masehi.

6. Shalat di waktu-waktu yang terlarang.

7. Berpuasa pada hari-hari yang terlarang.

8. Shalat roghoib yaitu shalat di hari jumat pekan pertama di bulan rajab.

9. Shalat yang disebut sebagai “Ummu dawud” yang dilakukan pada pertengahan rajab.

10. Mengkhususkan bulan rajab dengan puasa.

11. Shalat alfiyah yaitu mengkhususkan shalat malam pada malam pertengahan bulan sya’ban.

12. Ritual meratapi dan bersedih hati atas kematian ahlul bait seperti Husain.

13. Mengkhususkan membaca surat al-An’am pada rakaat tertentu dalam shalat tarawih.

14. Lebih suka melajang, enggan dan meninggalkan menikah.

15. Meninggalkan mencari ilmu dan hanya menyibukkan dengan ibadah-ibadah sunnah.

16. Membagi-bagi ajaran agama Islam dengan membagi dan membedakan antara tingkatan hakikat dan syariat padahal seluruh syariat itu hakikat.

17. Menyendiri dengan menjauhkan diri dari ilmu dan ulama.

18. Menyiksa diri sendiri dengan meninggalkan perkara perkara yang dihalalkan Islam.

19. Khotib memukul mimbar dengan tongkat 3 kali setiap naik mimbar.

20. Menunda-nunda pengurusan jenazah.

21. Lebih suka dan mengutamakan berwukuf di gunung arafah sedangkan yang dianjurkan adalah wukuf di tempat dimana Rasulullah wukuf yaitu di padang pasir samping kiri gunung.

22. Mengawali sapaan kepada orang dengan ucapan “selamat pagi” atau “selamt sore”padahal yang dianjurkan adalah mengucapkan salam.

23. Ucapan salam hanya dengan isyarat karena ini perbuatan Yahudi.

24. Ketika hendak masuk rumah orang lain berteriak “wahai anak lelaki” “wahai anak perempuan” sedangkan Al-Quran memerintahkannya untuk izin dengan sopan dan mengucapkan salam.

25. Banyak bertanya sesuatu yang tidak ada gunanya.

26. Menari dan menyanyi di masjid serta memukul alat-alat yang biasa dipukul seperti rebana dan gendang.

27. Bermain dadu dan catur dengan taruhan.

28. Menutup dinding dengan kain sutra.

29. Mengaku atau mengeklaim dirinya mengetahui perkara ghaib.

30. Menjadi tukang peramal dan dukun.

31. Berkumpul-kumpul di rumah mayit setelah hari kematian, juga berkumpul di kuburan pada hari kedua, ketiga dan seterusnya.

32. Was-was dalam berwudhu dan saat niat dalam shalat.

33. Bermudah-mudah dan tidak hati-hati dalam perkara haram.

Inilah beberapa contoh bid’ah yang disebutkan oleh ulama madzhab syafi’i.

Dan masih banyak contoh bid’ah lainnya dan tentunya level dosa bid’ah pada contoh di atas berbeda-beda.

Semoga bermanfaat.

@Abul Fata Miftah Murod, Lc

Artikel:

www.inilahfikih.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *