Rumah Tangga Bahagia

Rumah Tangga Bahagia

Oleh: Arifin, SHI.

“Bahagia”, itulah sebuah kata yang didambakan dan diinginkan oleh setiap pasangan suami istri. Siapa sih yang tidak ingin bahagia dalam rumah tangga? Tentunya tidak ada. Semua keluarga ingin menggapai kebahagiaan walau rela mengorbankan banyak waktu dan harta benda berharga yang menjadi miliknya. Pepatah mengatakan, “Kebahagiaan rumah tangga laksana surga dunia, sebaliknya derita rumah tangga laksana neraka dunia.” Meskipun pada hakikatnya kondisi surga dan neraka sebenarnya tidak bisa dibandingkan dan tidak bisa digambarkan dengan kondisi apa saja yang ada di dunia.

Hanya saja ketika keharmonisan rumah tangga terwujud terciptalah keluarga yang saling memahami, saling bahu membahu, saling menutupi kekurangan, dan adanya kenyamanan dan keamanan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Banyak orang yang mengibaratkan laksana surga. Nanum, ketika keharmonisan keluarga terusik berubah menjadi pertikaian, mulailah muncul kegersangan hati, kegoncangan jiwa, kekalutan pikiran, semangat hidup melemah dan lain-lain. Mereka ibaratkan keadaan ini dengan neraka.

Mata Air Kebahagiaan      

Kebahagiaan keluarga bukanlah terletak pada banyaknya harta. Berapa banyak bahtera keluarga milyuner pada akhirnya kandas diterpa badai perceraian. Kebahagiaan bukan pula terletak pada keindahan dan kecantikan fisik pasangan. Berapa banyak pasangan suami istri dari model papan atas kehidupan keluarganya berantakan bagai kapal pecah. Kebahagiaan keluarga bukan juga terletak pada keturunan. Berapa banyak keluarga keturunan bangsawan pada akhirnya berujung pada perpisahan.

Ingat! Kebahagiaan keluarga terletak pada keimanan dan ketaqwaan kepada Alloh . Sejauh mana kualitas sebuah keluarga memahami dan mempraktekkan ajaran agama Islam, sejauh itu pula kebahagiaan keluarga akan tercapai. Semakin sebuah keluarga mendekat kepada Alloh , niscaya sinar kebahagiaan dalam hati mereka semakin terang. Semakin sebuah keluarga rindu kepada peribadahan kepada Alloh , bermunajat kepada-Nya di keheningan malam, bergegas menuju surga-Nya dan lari dari siksa-Nya yang pedih, pasti kehidupan keluarga tersebut diliputi awan kedamaian dan dinaungi cahaya ketentraman.

Alloh  berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik

dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl [16] : 97)

as-Sa’di  berkata,

“Kami berikan kepadanya kehidupan baik”, adalah kehidupan yang baik diperoleh dengan adanya ketentraman hati, ketenangan jiwa, tidak menoleh kepada perkara-perkara yang mengacaukan hati, dan Alloh menganugerahkan kepadanya rezeki yang halal lagi baik dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Tafsir as-Sa’di 1/448)

Orang yang semakin jauh dari ajaran Islam pasti akan merasakan kegersangan keluarga. Tidak ada kenyamanan hidup. Tidak ada ketentraman jiwa. Kehidupan keluarganya diliputi kegalauan tiada henti, kesedihan berkepanjangan, dan kekalutan pikiran semakin menjadi-jadi. Pertikaian dalam tubuh anggota keluarga senantiasa menghiasi rumah tangganya. Percecokkan antar suami istri menjadi hal yang biasa dipandang mata. Pertengkaran antar saudara semakin hari semakin menjadi-jadi.Hubungan keluarga tidak indah dan tak mempesona.

Alloh  berfirman:

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta”. (QS. Thoha [20] : 124)

Ibnu Katsir  berkata,

“Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku”, yaitu menyelisihi perintah-Ku dan apa yang telah Aku turunkan kepada Rosul-Ku, berpaling dari Rosul, melupakannya, dan mengambil petunjuk selain petunjuknya, maka baginya kehidupan yang sempit. Maksudnya adalah di kehidupan dunia, tidak adanya ketentraman hidup, kelapangan jiwa, bahkan jiwanya sempit akibat kesesatannya, meskipun kenikmatan nampak pada dirinya, berpakaian sesukanya, memakan apa yang dia suka, bertempat tinggal sesuai keinginannya, namun hatinya tidak sampai derajat yakin dan memperoleh hidayah. Karena itu ia dalam kegelisahan, kebingungan, dan keraguaan. Ia senantiasa dalam kebimbangan kehidupan. Inilah makna penghidupan yang sempit.  Dari Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas, ia berkata,”Penghidupan yang sempit” adalah kesengsaraan.” (Tafsir Ibnu Katsir 5/322-323)

Artikel:

www.inilahfkih.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *